Sinergi Seluruh Aspek Hindari Perampasan Hak
Oleh : Mashari
Setiap manusia lahir dalam keadaan fitri
(suci). Tanpa dosa dan salah. Namun dalam berjalannya waktu banyak godaan
berdatangan seiring bertambahnya usia dan meluasnya hubungan sosial. Kesalahan
itu bisa terjadi karena sebuah kesengajaan ataupun tanpa adanya kesengajaan.
Dan kalau kita mau memperhatian dan melihat lebih dalam, kesalahan tidak hanya
terjadi antar manusia, akan tetapi bisa saja terjadi kepada hewan, tumbuhan,
ataupun makhluk lain.
Dewasa ini kita sering dikejutkan dengan
berita-berita di media massa ataupun media elektronik mengenai perampokan,
pencurian, pembunuhan, korupsi, pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga,
sampai kekerasan terhadap anak. Yang mana semuanya adalah bentuk-bentuk dari
kekerasan ataupun bisa disebut juga perampasan hak.
Dari beberapa pemberitaan kejahatan di media
massa maupun elektronik secara tidak langsung mengajarkan kepada pelaku yang
belum apes tertangkap
aparat untuk mencari celah dengan cara lain yang tidak mainstream dilakukan. Sehingga tidak mudah
dicurigai oleh calon korbannya. Dengan begitu ketatnya peraturan yang
diterapkan, tetap saja ada kejahatan yang terjadi, baik kejahatan fisik maupun
kejahatan psikis.
Hampir sepuluh tahun terakhir ini, sering kita
mendengan berita pemerkosaan anak terhadap ibunya, pemerkosaan ayah terhadap
anak tirinya, perkelahian antar perempuan secara berkelompok, atau kekerasan
seorang oknum guru terhadap siswanya. Sepintas kejahatan ini tidak
mengakibarkan kerugian yang besar karena memang tidak menyebabkan kerugian
material yang nyata. Tapi efek dari kejadian-kejadian seperti ini justru
memiliki efek trauma yang tinggi dan berkelanjutan bagi korban. Disamping
trauma dari korban, ada hal yang perlu dipelajari lebih mendalam juga terhadap
pelakunya. Karena bisa jadi apa yang terjadi tidak sepenuhnya kesalahan pelaku,
namun ada juga karena pengaruh-pengaruh lain, seperti menuman keras, penggunaan drugs yang berlebihan, atau bisa juga karena
kesalahan yang dibuat oleh korban baik disengaja maupun tidak disengaja.
Sebenarnya perintah sudah sangat lengkap
perangkatnya dalam mengurusi masalah ini melalui kepolisian ataupun komnasham.
Dimana departemen-departemen ini bisa saling bekerjasama dan meneliti dengan
cermat setiap kasus sebelum memutuskannya. Seperti yang saya sampaikan
sebelumnya bahwa kejahatan tidak terjadi karena adanya keinginan dari
pelakunya, namun ada pengaruh-pengaruh lain, khususnya pengaruh dari korbannya.
Akhir-akhir ada satu kasus ini yang sangat
menggelitik analisa saya, yaitu mengenai kekerasan guru terhadap siswa yang
berujung dipenjaranya sang guru. saya akan feedback limabelas atau duapuluh tahun yang lalu.
Dimana siswa berangkat ke sekolah untuk belajar dan guru berangkat ke sekolah
untuk mengajar. Siswa mengerjakan PR, dan guru mempersiapkan dengan matang apa
yang akan disampaikan besok pagi. Tanpa ada embel-embel gaji yang begitu
mencolok. Tak peduli hadiah atau hukuman apapun yang akan diterima nantinya
yang penting semua sudah melakukan tugasnya dengan baik dan benar.
Namun lihatlah sekarang, guru dipaksa untuk
memikirkan sesuatu yang seharusnya tidak menjadi fokus pemikirannya,
lebih-lebih yang menjadikan sang guru meluangkan waktu lebih sedikit untuk
siswanya dari mengurusi birokrasi untuk cairnya gaji, kenaikan gaji, ataupun
kenaikan golongan. Sehingga siswa lebih sedikit mendapatkan kemistri dengan gurunya, dan lebih banyak
mendapat kemeistri dengan
buku ataupun laptopnya untuk mengerjakan tugas. Karena yang diajarkan guru
adalah tugas, dan sang guru sibuk mengerjakan tugasnya untuk kenaikan gajinya,
meski tidak semua seperti itu.
Ketika guru mengajar dengan keikhlasan dan
mengajar hanya dengan dua tujuan, menyalurkan ilmu pengetahuan dan menyalurkan
akhlak yang baik terhadap siswanya, tentu, tidak akan terjadi kasus pelaporan
orang tua siswa terhadap gurunya kepada polisi. Karena hukuman apapun yang
diberikan oleh guru tidak akan menimbulkan masalah yang besar ataupun
dibesar-besarkan, selama hukuman itu masih dalam tingkat wajar. Dan memukul
adalah hal wajar ketika tindakan dibawah kadar memukul tidak mampu memberi
perubahan dan itu adalah cara untuk mejadikan siswa berubah.
Pendidikan adalah wajah negeri, ketika
pendidikannya bobrok, bobrok pula mental penduduk begerinya. Jadi untuk
memperbaiki sebuah segeri harus dimulai perbaikannya dari pendidikan dulu.
Karena saat ini pendidikan tidak hanya guru dan siswa. Pendidikan harus
bersinergi anatar beberapa pihak, guru, siswa, orang tua, fasilitas,
masyarakat, dan utamanya pemerintah. Manakala dari aspek kecil ini sudah tidak
bersinergi, akan sulit untuk mendapatkan pendidikan yang benar-benar baik.
Sekolah dan guru tidak dituntut dengan kerja diluar bidangnya, meski sebenarnya
guru harus sebisa mungkin menguasai bidang-bidang lain dari pelajarannya.
Sehingga tuntutan pemerintah dan orang tua bisa tercapai tanpa ada bentrok di
dalamnya.

Tidak ada komentar