DUSUN TAWUN : LEGENDA DAN MITOSNYA
Oleh : Linda
Tria Sumarno
I.
Legenda dusun Tawun
Banyak cerita mengawali
keberadaan sebuah daerah, begitu juga dengan dusun Tawun, sebuah dusun yang
merupakan bagian dari desa Kumpulrejo ini terletak sekitar 15 Km dari pusat
kecamatan Bangilan. Desa yang terletak di tengah hutan dan terpencil ini
memiliki beberapa cerita yang melegenda, juga tempat-tempat bersejarah yang
turut mengawali terbentuknya peradaban dusun Tawun tersebut.
A.
Gunung Katong
Menurut
sesepuh yang ada di dusun tersebut, masyarakat yang kini menempati dusun Tawun,
dahulu hidup dan bercocok tanam di kaki gunung Katong yang terletak tidak jauh
dari Tawun. Gunung Katong yang mempunyai pasir putih yang diduga pasir Kuarsa
ini merupakan gunung yang hampir menyerupai bukit dikarenakan rendahnya puncak
gunung. Namun, ketenangan penduduk Gunung Katong terusik oleh suara gemuruh
yang berasal dari gunung tersebut. Suara gemuruh yang seolah-olah Gunung Katong
akan meletus, suatu hal yang sangat misterius dikarenakan gunung Katong
termasuk gunung mati atau tidak aktif, akhirnya para penduduk berbondong-bondong
meninggalkan Gunung Katong dan menempati daerah yang sekarang dikenal dengan
sebutan Tawun. Menurut cerita tutur, Gunung Katong mempunyai seorang penunggu
yang masyarakat sekitar menyebutnya sosok yang berkepala manusia dengan
kaki-kaki yang mempunyai taji seperti ayam. Konon, kemunculan penunggu gunung
Katong ini didahului dengan angin yang berhembus sangat kencang dengan disertai
suara berisik burung-burung.
Selain
manusia bertaji, terdapat sosok penunggu gunung Katong lain yang berwujud
perempuan. Orang Tawun menyebutnya Putri Katong. Sosok misterius yang menurut
cerita sesepuh Tawun berwajah sangat cantik, selalu berjalan mengitari rumah
warga dan desa Tawun setiap malam Jumat dengan pakaian serba putih dengan
rambut panjang terurai. Putri Katong ingin memastikan seluruh penduduk dan
dusun Tawun aman dari segala kejahatan. Sehingga setiap malam jumat tiba,
seluruh penduduk Tawun menutup pintu dan meringkaskan tubuh mereka di dalam
rumah. Tidak ada satupun yang berani berkeliaran di luar.
Menurut sumber cerita, Putri Katong
pernah menampakkan dirinya di depan umum. Hal ini terjadi ketika sosok perempuan
cantik yang naik Bus jurusan Jakarta – Jatirogo turun di pemberhentian trayek PO
Bus Jatirogo dan naik ojek menuju dusun Tawun. Sosok perempuan cantik itu
berhenti di perkampungan warga dan turun dari ojek dengan memberikan sejumlah
uang. Perempuan secantik bidadari itupun memberitahu namanya dan berpesan
kepada tukang ojek agar ketika pulang jangan sampai menengok ke belakang.
Tukang ojek itupun menuruti perkataan perempuan tersebut.
Beberapa hari kemudian, karena rasa penasaran yang
menghebat ,tukang ojek kembali ke dusun Tawun dan mencari perempuan tersebut.
Dan tukang ojek itupun bertanya pada orang-orang di tempat perempuan tersebut
turun. Namun tukang ojek itu terdiam seribu bahasa, karena rumah dan perempuan
yang dimaksud tidak ada. Bahkan rumah yang dikatakan sebagai rumah perempuan
cantik tersebut hanyalah sebuah sungai dengan semak-semak yang sangat lebat.
Dan orang-orang dusun Tawun tersebut mempercayai bahwa perempuan cantik itu
adalah sang Putri Katong. Sebuah kisah nyata yang membuat tubuh bergidik. Dan
sekarang, masih menurut cerita tutur, Putri Katong telah berpindah tempat ke
air terjun Nglirip dikarenakan hutan Tawun sudah banyak menjadi persil sehingga tidak seperawan dulu lagi.
Dan foto diatas adalah suasana ketika senja
mulai menyelimuti Gunung Katong.
B.
Sendang
Mbleber
Di
Tawun juga terdapat sebuah sendang yang dinamakan sebagai “Sendang
Mbleber”. Sendang yang berada tepat di
depan Balai Desa Tawun ini dahulunya berada disebelah selatan sendang yang
sekarang. Karena pembuatan jalan yang menghubungkan ke daerah Galengan mengharusan Sendang dipindah ke
utara. Ini mengapa sendang tersebut dinamakan Sendang Mbleber, yang sekarang
ini sudah jarang digunakan warga karena airnya yang keruh. Menurut cerita
tutur, sendang Mbleber ini dijaga oleh seekor Kuda dan terdapat benda pusaka
yang disebut sebagai Mutiara Hijau juga Bokor emas. Benda pusaka yang tidak ada
seorangpun bisa mengambilnya meski berada di bibir sumur sekalipun. Pernah
suatu kali terdapat orang dari Blora yang berniat menyepi di sendang untuk
mengambil benda pusaka tersebut, namun penyepi tersebut lari tunggang langgang
ketika tengah malam didatangi sosok besar yang bergantungan di pohon tua dekat
sendang dengan kepala berada di bawah.
Selain cerita tentang benda pusaka, terdapat cerita
lain yang tak kalah heboh, yaitu pernah suatu ketika orang yang juga dari Blora
datang ke dusun Tawun mencari rumah yang berada tepat disebelah Balai Desa
–sekarang berdiri PAUD- yang juga dekat dengan Sendang Mbleber yang menurut
orang tersebut terdapat rumah megah bak istana. Menurut orang Blora itu, pernah
suatu ketika pemilik rumah megah tersebut datang ke rumahnya dan mengabarkan di
Tawun terdapat tanah yang mengandung emas dan orang tersebut juga
memperlihatkan tanah emas tersebut kepada orang Blora itu serta mengajak orang
Blora itu bertandang ke rumahnya. Orang Blora itupun segera bertandang ke rumah
pemberi kabar tanah emas itu, begitu takjub orang Blora itu melihat rumah yang
sangat megah bak istana raja-raja dan terjadilah percakapan serius tentang
proyek pengambilan tanah yang mengandung emas. Setelah perjanjian selesai,
pulanglah orang Blora itu. Selang beberapa waktu, orang Blora itu kembali lagi
ke rumah megah tersebut untuk memulai proyek, namun lagi-lagi hal mistis
terjadi. Rumah megah bak istana itu raib seperti tertelan bumi dan hanya ada
tanah kosong yang penuh dengan semak. Orang Blora itupun heran dan bertanya
pada warga sekitar namun tak ada satupun warga yang menyebut terdapat rumah
megah di tanah itu dan juga menyangkal adanya tanah yang mengandung emas. Sebuah
hal mistis yang memang berada di luar nalar manusia.
Dan Tawun sendiri sepertinya tidak bisa lepas dari
Blora dikarenakan di Tawun terdapat satu tempat yang disebut sebagai tanah
Blora –sekarang di tanah tersebut berdiri sebuah rumah warga- dikarenakan di
tempat tersebut terdapat benda pusaka yang berasal dari Blora dan hanya orang
Blora yang merupakan ahli waris yang dapat mengambilnya. Namun sampai sekarang,
belum satupun orang dari Blora yang dapat mengambilnya.
C.
Sumur Kembar
Selain
Sendang Mbleber, di dusun Tawun terdapat sumur yang dinamakan sebagai sumur
kembar. Dinamakan demikian karena terdapat dua sumur yang berjajar. Sumur
kembar ini terletak di dekat masjid dusun Tawun dan dekat Madrasah Diniyah.
Hawa sejuk begitu terasa ketika penulis berada di sumur kembar tersebut. Dua
sumur dengan kedalaman sekitar 5 meter ini mempunyai air yang sangat jernih dan
tidak pernah habis meski kemarau panjang melanda. Dan ketika penulis melihat ke
dalam sumur, dasar sumur akan terlihat dikarenakan jernihnya air. Konon, air
dari sumur ini dipercaya mampu mengobati segala macam penyakit. Penulis belum
sempat bertanya keampuhan dan pembuktian dari keajaiban air sumur ini. Dan
sumur inipun menjadi tempat para warga dusun Tawun dan sekitarnya untuk mandi,
mencuci baju, bahkan mengambil air untuk kebutuhan sehari-hari.
D.
Sumber Mata Air Gadonan
Cerita mistis lain datang dari
daerah Tawun yang disebut sebagai daerah Gadonan, sebuah daerah yang sawahnya
mampu panen sebanyak tiga kali dalam setahun dikarenakan air yang sangat
melimpah. Dahulu, sumber air Gadonan tersebut ditutup oleh para sesepuh Tawun
dengan Gong dikarenakan melimpahnya air yang keluar sehingga ditakutkan mampu
menenggelamkan daerah tersebut juga daerah Jatirogo yaitu Dingil yang terletak
kurang lebih 2,5 Km dari sumber mata air. Menurut sumber cerita, sumber mata
air Gadonan juga muncul beribu ikan laut dan keong yang besar-besar. Sebuah hal
yang di luar nalar dikarenakan sumber air tawar yang menjadi tempat munculnya
ratusan ikan laut. Hal ini membuat para warga sekitar tidak berani mengambil
ikan-ikan juga keong tersebut karena berkeyakinan akan datang bala bencana. Hal
inilah yang membuat cemas Kyai yang berasal dari desa Gomang Singgahan karena
ditakutkan warga sekitar menjadi Musyrik. Kyai itupun datang ke sumber mata air
Gadonan dan mengobati ikan-ikan tersebut sehingga ikan-ikan mati, hal ini
dilakukan untuk membuktikan tidak adanya kekeramatan pada sumber air dan
ikan-ikan tersebut.
E.
Mata Air Krawak
Selain tempat-tempat bersejarah yang
telah disebutkan, terdapat sebuah mata air yang terletk di tengah hutan dan orang-orang
menyebutnya sebagai Mata Air Krawak. Dahulu di mata air tersebut terdapat
sebuah kolam yang sangat luas dan digunakan oleh warga sekitar untuk mandi dan
mengambil air. Namun menurut sumber cerita, sekitar tahun 1994 kolam tersebut
tidak lagi berfungsi sebagai pemandian, dikarenakan Mata Air Krawak disalurkan
ke rumah-rumah warga desa Banjarworo untuk memenuhi kebutuhan air bersih dengan
pemasangan pipa yang menyambungkan ke rumah-rumah warga tersebut
F.
Gunung Canguk dan Batu Pertapa
Selain mata air Krawak terdapat
daerah yang disebut sebagai Gunung Canguk, daerah yang tidak jauh dari mata air
Krawak tersebut sebenarnya bukan berupa gunung, hanya sebuah jalan menanjak
yang terletak di tikungan paling tajam hutan menuju dusun Tawun. Tikungan
dengan jurang menganga juga beberapa pohon-pohon yang orang dewasapun tidak
bisa memeluknya. Dengan suara kicau burung serupa bunyi derit bambu yang
tertiup angin. Dan daerah ini rawan sekali dengan longsor ketika musim
penghujan tiba, pohon-pohon besar yang terletak di sebelah kanan jalan ketika
memasuki daerah inipun rawan roboh dikarenakan akar-akarnya yang tidak lagi
mencengkeram tanah dengan kuat akibat longsor yang terjadi satu setengah tahun
yang lalu.
Didekat
gunung Canguk terdapat sebuah batu besar yang berada di pinggir jalan atau
kanan jalan menuju dusun Tawun yang dahulu digunakan oleh seseorang untuk
bertapa selama bertahun-tahun sehingga batu tersebut terlihat semakin cekung.
Menurut cerita tutur, setelah bertahun-tahun sang pertapa itu akhirnya hilang
dengan sendirinya dan tidak seorang pun mengetahui keberadaannya.
II.Mitos
dan kepercayaan dusun Tawun
Dusun
yang berada di tengah hutan dan terpelosok ini termasuk dusun yang memegang
erat adat, kepercayaan juga mitos secara turun temurun. Hal ini terlihat dari
kebiasaan warga Tawun yang selalu melakukan ritual-ritual semacam kenduri
sebelum dan sesudah bercocok tanam. Ritual-ritual itu adalah sebagai berikut :
1.
Bancaan mesin.
Sebelum memulai
untuk bercocok tanam, para warga selalu melakukan bancaan atau kenduri berupa
panggang ayam dengan tujuan agar mesin yang nantinya digunakan untuk mengolah
tanah bekerja secara maksimal sesuai dengan harapan para petani.
2.
Cokbakal
Setelah
melakukan bancaan mesin, para warga
melakukan kenduri yang disebut Cokbakal untuk
memulai tanam padi, jagung dan lainnya. Dalam kenduri ini para warga selalu
menyertakan kembang boreh dan panggang ayam yang hanya sayap ayam, ceker ayam dan kepala ayam. Yang
nantinya uba rampe ini ditempatkan
pada wadah dan ditaruh di pojok sawah dengan tujuan menolak balak.
3.
Ngebari tanam
Setelah selesai bercocok
tanam, para warga mengadakan kenduri yang disebut Ngebari tanam atau mengakhiri bercocok tanam. Hal ini merupakan
salah satu bentuk wujud syukur kepada sang pemberi hidup oleh nikmat yang telah
diberikan. Isi uba rampe dari kenduri
ini adalah ayam panggang, nasi, juga sambel cos.
Sambal yang terbuat dari parutan kelapa dicampur dengan sambal dan diuleg
menggunakan pecahan genting atau para warga menyebutnya kreweng yang telah dipanaskan terlebih dahulu diatas bara api yang
menambah sedap aroma dan rasanya yang khas.
4.
Tingkeban
Maksud dari
tingkeban ini adalah kenduri yang dilakukan untuk menyambut tanaman padi yang
mulai tumbuh padinya. Selain ayam panggang dan sambal cos, menu wajib yang harus ada adalah uler-uleran, sebuah makanan tradisional yang terbuat dari tepung
dengan warna hijau, putih dan merah dengan rasa asin, manis dan tawar dengan
dibubuhi parutan kelapa. Acara tingkeban ini dilakukan oleh warga di Sendang
Mbleber. Hal aneh pernah terjadi ketika salah satu warga tidak mengikuti acara
tingkeban tersebut, yaitu pada saat panen tumbuhan padinya penuh dengan ulat
atau uler. Sehingga rugilah sang
petani. Dan untuk meghindari kerugian dalam masa panen, maka para warga selalu
mengadakan ritual tingkeban ini ketika
menyambut tanaman padi yang mulai bertumbuh.
5.
Miwiti
Miwiti
yang dalam bahasa Indonesia adalah mengawali
merupakan ritual yang dilakukan untuk memulai panen. Makanan yang disajikan pun
tidak beda dengan ritual-ritual sebelumnya, yaitu ayam panggang, sambel cos dan nasi. Ritual ini juga dilakukan
di Sendang Mbleber.
6. Bancaan setelah panen
Rangkaian
terakhir dari ritual bercocok tanam ini adalah bancaan setelah panen. Hal ini dilakukan karena bentuk syukur yang
teramat kepada sang Maha Pemberi Rejeki atas limpahan nikmatnya. Sehingga
diharapkan panen-panen setelahnya akan lebih melimpah dan barokah.
Itulah rangkaian ritual
yang dilakukan para warga Tawun dalam menyambut dan mengakhiri bercocok tanam.
Ritual yang masih juga dilakukan warga lain di daerah Bangilan yang masih
memegang adat leluhur, salah satunya yaitu desa Klakeh yang terletak di
Tenggara desa Bangilan.
Demikian sekelumit cerita tentang
dusun Tawun yang mampu penulis tuliskan, semoga mampu memberikan sedikit pengetahuan
tentang keanekaragaman budaya di Bangilan. Dan untuk kebenarannya Wallahu A’lam Bishawab. Semua penulis
kembalikan kepada Sang Maha Tahu yang tidak pernah sekalipun sia-sia dalam
penciptaannya. Semoga terdapat hikmah yang dapat dipetik.
Penulis adalah
anggota Komunitas Kali Kening Bangilan.
Salam budaya.
Salam literasi.
Tidak ada komentar