CHAI WALA
Oleh : Ayra Izzana R
'Apa
yang sedang kau lakukan sekarang?'
aku terhenyak sesaat sebelum berangkat mengajar. Ku letakkan kembali
tasku urung untuk berangkat lebih pagi. Sudah sepekan ini dia, Ahmer shahzad, seorang
chai wala sebuah kota di islamabad pakistan tidak chat. Sepekan ini pula aku
membiarkannya dan tak pernah sekalipun untuk memulai obrolan. Sudah lima tahun
Ahmer, begitu aku memanggilnya mempunyai kebiasaan seperti itu. Seharian mengobrol
dan setelah itu berdiam diri selama seminggu.
'Seperti biasanya aku akan ke sekolah? Kamu baik baik saja Ahmer?'
'Aku sedang sakit Arya'
'Ayra Ahmer not Arya'
'Lidahku sudah terbiasa dengan Arya'
Pagi ini kabar terakhir yang ku tahu dari Ahmer. Ia sedang sakit.
Aku tersenyum kecut tak mengindahkan chat chatnya lagi. Ku masukkan ponselku
yang melengking lengking. Dua tahun belakangan ini Ahmer selalu begitu. Mengatakan
dirinya yang tak pernah baik. Ah... Mungkin dia hanya mencari perhatian saja.
Di depan
sekolah ku kembali membuka ponsel. Melalui pesan Imo aku melihat gambar termilik
Ahmer yang pucat
'You can see me'
Hmmm... Iya aku melihat dia. Pucat seperti biasanya dan tanpa
membalas pesannya.
Akhir
akhir ini aku memang agak sedikit menghindari Ahmer dengan sedikit membalas
chat chatnya. Teringat kembali celotehan Wiwin soal orang pakistan.
"Jangan sampai jatuh cinta dengan orang pakistan"
"Tak pernah terpikir olehku Win. Mereka orang jauh dan tak
terjangkau. Dunia maya tak pernah ku anggap serius. Apalagi untuk hal semacam itu.
Lagi pula kau selalu berpikir buruk tentang orang pakistan"
"Orang Pakistan memang sangat menyukai berhubungan dengan
orang Indonesia. Karena mereka tahu banyak orang Indonesia yang suka dengan orang
asing"
"Maksudmu?"
"Kau belum tahu ya.. Cinta seorang pakistan terhadap para
wanitanya sangat dibatasi Ay. Untuk mencintai wanita disana butuh modal besar.
Kebanyakan mereka menikah karena dijodohkan. Dengar dengar menikah karena
saling mencintai adalah hal yang memalukan disana. Mengerikan... Kau tanyakan
saja pada pakistanmu itu Ay"
"Menanyakan hal itu sama saja menyakitinya Win.. Belum tentu
dia seperti itu"
"Ada juga yang mengatakan bahwa para pemuda pakistan suka
merayu"
"Ah kau mengada ada Win... Tanggapanmu terhadap mereka selalu
tak menyenangkan. Chai wala itu tak pernah sekalipun merayuku"
Wiwin mengangkat bahu
Tapi
menurutku Ahmer bukan seperti yang dikatakan Wiwin. Selama lima tahun
berhubungan ia tak pernah mengatakan hal hal yang tak sopan kepadaku. Semua
baik baik saja. Pernah juga ia mengatakan
'I like you as my friend'
Hanya itu saja, dan itu tak menjadi masalah. Karena tanpa saling menyukai
hubungan persahabatan yang sederhana ini tak akan terjadi.
****
'Sekarang
musim dingin Arya... Aku ingin beristirahat menjadi Chai wala. Aku sedih
belakangan ini kau jarang memperhatikan aku... Entah pikiran jelek apalagi yang
tengah kau pikirkan sekarang?
'Bukankah pada saat musim ini kau akan sibuk menjadi seorang chai wala
bahkan dulu kau sampai berbulan bulan tak bercakap denganku?'
'Tahun ini tahun yang melelahkan untuk menjadi chai wala.. Aku
telah kelelahan'
'Jangan bilang kau sakit lagi Ahmer'
'Kau tak percaya itu Arya?'
'Okey..semua akan baik baik saja dan kau akan sembuh'
Tak
lama kemudian tiba tiba ponselku berderit derit. Video call. Ah dia lupa aku
tak senang ia melakukan itu. Ku biarkan saja seperti halnya yang dulu. Dulu aku
sudah memberitahunya kalau aku tak suka dia melakukan itu. Dan akhirnya Chai
wala itu menyerah dan aku mengatakan:
'Kau boleh bercerita apapun tentang hidupmu. Tapi aku tak suka bila
kau begitu' untuk pertama kalinya waktu itu
dan hari ini ia mengulanginya lagi.
Panggilan
berakhir tanpa ku sentuh. Ahmer melakukannya berkali kali.
'Kau satu satunya sahabat asingku. Kau orang baik. Maafkan aku
Arya'
Aku terhenyak. Apa yang terjadi pada Ahmer. Kenapa ia menjadi
seperti ini?
'Hey Chai wala... Apa yang sedang terjadi denganmu? Sungguhkah kau
sedang sakit, atau hanya bersimpati agar aku membalas chatmu sepanjang hari'
'Kau masih saja berpikiran buruk tentangku Arya'
'Tidak'
Berhenti,
tak ada balasan. Ini yang tidak aku suka. Saat aku mulai menghiraukannya ia
meninggalkanku. Ku hempaskan tubuhku di atas shofa depan televisi.termangu dan
tiba tiba memikirkan chai wala itu. Akhir akhir ini ia sering berbincang bahwa Chai
wala adalah bagian terakhir yang ingin ia sentuh dalam hidupnya.
'Kenapa kau mengatakan itu?'
'Karena aku senang membahagiakan orang Arya. Saat mereka kedinginan
dan aku akan menghampirinya dengan segelas teh hangat'
'Sesederhana itu keinginanmu Ahmer? Lalu bagaimana dengan
pekerjaanmu dulu di Alghani?' tanyaku waktu itu saat ia memberitahuku akan berhenti
dari seorang surveyor dan ingin menjadi seorang Chai wala.
'Itu sudah berlalu karena akan menyiksa hidupku'
'Semoga kau senang dengan profesi barumu Ahmer?'
'Kau tak senang aku menjadi Chai wala Arya?'
'Aku tak perlu untuk tidak menyukai seseorang hanya karena profesi
Ahmer. Itu tak penting'
'Terima kasih Arya'
Ahmer terlalu berlebihan waktu itu.
****
Sebulan
berlalu setelah chat terakhirku malam itu. Ahmer belum mengirimkan pesan
apapun. Aneh, pikirku. Bukankah dia sudah tak menjadi chai wala. Atau mungkin
ia beralih profesi lagi hingga menyibukkan harinya. Ah tak mungkin. Ahmer
selalu memberitahuku tentang hal sekecil apapun meski aku tak begitu ngeh. Ku
lihat kontaknya berkali kali dan ia selalu aktif. Ku anggap saja Ahmer kesal
denganku. Tapi Ahmer tak pernah punya perasaan seperti itu.
Dua
bulan berlalu. Ahmer benar benar sepi dari daftar chat ku. Tak seperti biasanya
sampai sejauh ini. Akhirnya...
'Hey... Chai wala apa kau baik baik saja?'
Lama tak ada jawaban. Aku berpikir sebaiknya ku biarkan saja Ahmer
mendiamkan diri. Mungkin ada sesuatu yang menyibukkan dirinya atau masalah tertentu
yang tak ingin Ahmer ceritakan untukku
Dua
hari kemudian sebuah pesan masuk. Dari Ahmer
'Chai wala itu selalu menunggu chat chat mu untuk menemaninya di
hari hari sepinya di rumah sakit. Chai wala itu bukan seorang chai wala
sungguhan. Sebenarnya ia adalah seorang pesakitan yang tengah menunggu kematiannya.
Chai wala itu bilang kau adalah teman asing yang baik. Chai wala itu sekarang
hanya meninggalkan namanya. I tinggal kenangan. Innalillahi... Dua bulan yang
lalu chai wala itu telah meregang nyawa dan meninggalkan kita semua di sini(emoticon
yang menyedihkan) Aku Mansoor Ahmed yang menerima wasiatnya agar selalu
menunggumu menanyakan keadaannya sampai saat ini'
Aku terkejut luar biasa. Air mataku berlelehan. Perkataan Wiwin
kembali berputar putar. Chai wala pakistan itu bukan seperti yang dikatakannya.
Sahabat jauh yang tak pernah terjangkau dengan harapan yang sangat tulus tak
pernah ia hiraukan. Hanya sebatas membalas chat chatnya agar lebih sedikit
menghargainya. Ahmer, jauh terasa dekat yang telah ia abaikan. Persahabatan
tulus yang Ahmer tawarkan padanya terasa sia sia. Surveyor Alghani dan Chai Wala.
Ayra
memeluk ponselnya erat. Memandang foto terakhir milik chai wala yang pucat itu.
Air matanya masih mengalir.
Tidak ada komentar