Mendidik Dengan Keteladaan
Oleh : Ikhwan Fahrudin
Keteladanan memang sangat dibutuhkan. Terutama dalam mendidik anak.
Keteladanan dalam mendidik merupakan cara yang paling efektif dalam menyiapkan
anak dari berbagai aspek. Khususnya aspek ahlak yang menjadi skala prioritas. Pembentukan
mental dan sosialnya menjadi perhatian dewasa ini. Agar anak matang secara
keseluruhan.
Menjadi teladaan bagi anak adalah hal wajib. Hal ini dikarenakan
anak akan semakin memakai apa yang dicontohkan secara langsung. Bahkan orang
tua tak meminta atau menyuruh menggunakannya pun, anak sudah bisa melakukan.
Anak akan cenderung “memakai” apa yang diteladankan oleh orang tuanya.
Seperti halnya yang telah dilakukan Rasulullah. Beliau menjadai
suri teladan bagi semua mahluk. Teladan atas ahlaknya, gaya berbicara,
bergaulnya hingga adabnya bersama isteri dan anak-anaknya.
Allah berfirman dalam QS. Al Ahzab. 21. Yang artinya “Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”.
Adapun keteladanan yang beliau berikan dalam bidang ibadah dan
ahlak adalah teladan yang paling banyak. Bahkan
telah tercukupi semua waktu hidup beliau. Masa telah berganti, waktu
telah lama tersilap. Namun, akhlak beliau masih sangat terasa sebagi teladan
yang terpuji.
Sebagai seorang yang taat. Tentunya mempersiapkan pendidikan anak
sejak dini. Mengajarkan nilai-nilai dasar keislaman. Terutama nilai ketauhidan
kepada anak sebagai pondasi awal yang kuat. Sehingga ketika beranjak besar
telah matang secara kerohanian.
"Kita mendidik anak-anak jauh lebih banyak lewat teladan
daripada hanya sekedar perkataan." Dorothy L. Nolte -penulis dan konsultan
keluarga.
Pernyataan Nolte di atas, menjadi pelajaran bagi kita dalam
mendidik buah hati. Saya ibaratkan seorang anak seperti sebuah spons. Yang
dapat menyerap semua contoh baik maupun buruk. Dari apa yang ia lihat di
lingkungan sekitarnya. Lebih besar pengaruhnya dari contoh di dalam rumah
sendiri.
Menurut para psikolog, naluri "mencontoh" merupakan satu
naluri yang kuat dan berakar dalam diri manusia yang semakin menguat lewat
melihat. Berkat naluri ini, seorang anak belajar banyak tentang cara hidup,
adat, makan, memakai pakaian, cara berbicara dari ayah dan ibunya kemudian
melakukannya.
Manusia sepanjang umurnya, sedikit atau banyak, mencontoh orang
lain, tapi di usia antara satu hingga enam tahun, anak-anak lebih banyak
menggunakan naluri ini. Dengan demikian, anak-anak dan remaja dengan melihat
perilaku orang tua dan gurunya mereka sedang membentuk perilakunya sendiri di
kemudian hari.
Semakin baik teladan yang kita lakukan. Semakin besar pula
pengaruhnya terhadap anak kita. Karena sebelum berharap agar anak kita menjadi pribadi
dengan akhlak yang baik. Kita terlebih dahulu menjadi baik.
Berkacalah kita pada diri sendiri. Sudah baik kah saya? Sudah
pantas kah saya menjadi yang terbaik buat anak-anak ku? Bayangkan jika
anak-anak ini dibesarkan melalui teladan tidak baik dari kedua orang tua yang
gak baik. Hingga akhirnya mereka tumbuh menjadi pribadi yang merugikan tidak
hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga orang lain.
Mendidik anak adalah sebuah tanggung jawab besar. Anak adalah
tiitpan berharga Tuhan. Yang harus kita jaga dan bimbing dengan keteladanan
yang baik. Kelak suatu saat nanti mereka tumbuh menjadi pribadi yang baik.
Menjadi maskot dan berkontribusi positif bagi lingkungannya. Dibutuhkan peran
besar orang tua untuk membimbing dan dan memberi teladan.
Seperti peribahasa Indonesia. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya.
Tidak ada komentar