As dan Gitarnya
Oleh : Rohmat Sholihin
As, orang-orang memanggilmu
begitu. Mulai usia anak-anak sampai dewasa tak ada yang tak kenal namamu. Jika
kamu lewat dengan menenteng gitar tua, orang-orang banyak yang tersenyum dan
selalu memanggilmu, “ayo nyanyi disini As!” seperti seseorang yang telah
bertemu dengan bintang idola. Histeris, dan tertawa gembira. Hadirnya As
dijalan seperti bisa mengobati gundah, kecewa, stress, bahkan sakit hati. Ia
bagai malaikat kegembiraan yang dikirim ke bumi, misinya bernyanyi. Tak pernah
melihatnya dalam keadaan bersedih atau mengeluh merasa kurang ini dan kurang
itu, padahal secara fisik dan kejiwaan ia sepertinya menghadapi banyak
permasalahan, namun ia mampu bertahan dalam kancah kehidupan.
Dengan gitar tuamu itu kau sabar
menyisir setiap rumah ke rumah, toko-toko dan juga pasar untuk menyanyikan
lagu-lagu dangdut, suaramu dengan lantang dan percaya diri memecahkan suasana
hati yang sedang dirundung duka. Orang pasti akan tertawa melihat aksi khasmu.
Tak dibuat-buat, sudah asli bakat yang ada dalam dirimu. Tak ada bedanya aksi
penyanyi kondang dengan bayaran tinggi versus As yang hanya minta uang recehan
bahkan rokok otekan sekalipun bahkan tak dibayar juga tak masalah, ia juga
masih akan tetap tersenyum.
Senyummu itu As yang khas dan
tanpa beban. Tak perduli orang mau berkata apa, kau tetap cuek dan santai.
Gitarmu terus kau petik dan suaramu terus mengalun. Meski ada beberapa nada
yang fals kau tetap bernyanyi dengan penuh percaya diri. Dengan cara bernyanyi
kau seperti menemukan dirimu seutuhnya, kau bukan As yang dikira oleh banyak
orang, terbelakang dan setengah sinting. Kau terbang seperti penyanyi dangdut
papan atas. Dari gayamu mengamen banyak orang yang suka dan tertarik. Berani
beda dan lain dari yang lain, punya ekspresi kuat, dan fenomenal. Apakah itu sinting?
Mungkin. Orang yang punya kemampuan beda bisa di anggap sinting. Hemm, hatiku
kecut. Tapi memang iya.
As, membuat orang bahagia dan
bisa tertawa bukanlah hal mudah. Melihat dari banyak permasalahan yang terus di
hadapi dari hari ke hari, setiap orang pasti mengalami capek, lelah dan stres.
Ternyata kau bisa As, hanya bermodal gitar tua dan suaramu yang percaya diri,
banyak orang bisa tertawa terpingkal-pingkal. Bahkan sekelas dokterpun sanggup
kau buat tertawa lepas dan bahagia. Tahu kan?, membuat tertawa seorang dokter
sangatlah sulit, apalagi tertawa lepas dengan pasiennya, suatu keniscayaan.
Meskipun ada, itupun hanya sebuah tuntutan publik, karena tuntutan pelayanan.
Bukankah sama dengan posisi kau As, memberikan pelayanan hiburan meski remeh-temeh
sebagai pengamen jalanan, tanpa di bayar dengan ketentuan pajak penghasilan
sebagai tenaga professional, tapi kau bisa As, dengan hatimu yang lugu kau bisa
menghibur masyarakat. Ah, tapi kau berada di persimpangan jalan As. Banyak
orang tak menganggapmu sebagai biang penghibur sejati yang paling ikhlas di
dunia. Benar-benar harus menjadi gila untuk bisa menjadi kau, As. Hanya Tuhan
yang bisa menilai hatimu yang terdalam.
Aku sendiri merasa kurang jika
setiap sore kau tak bernyanyi di depan tokoku. Ada kehangatan dalam suaramu
yang telah kau rekam dalam sound minimu yang telah kau modifikasi dengan gitar
tuamu, kau tak perlu bersusah payah terus mengeluarkan suaramu, hanya mengeklik
tombol-tombol yang ada pada alat soundmu itu, dan mengatur volume yang kau inginkan,
sungguh kreatif, bahkan orang yang waras sekalipun tak punya ide begitu. Aku
berani bertaruh dengan siapa saja, pengamen yang mondar-mandir di kampung ini
kaulah yang paling kreatif, As. Menghibur dan berkreasi. Tanpa kenal lelah.
Benar-benar pengamen profesional.
Duit yang kau dapatkan lumayan
juga. Hampir aku perhatikan setiap rumah dan toko yang kau datangi banyak yang
memberikan minimal Rp 1000, bahkan ada yang lebih. Aku sendiri jika kau mampir
dan bernyanyi di tokoku kukeluarkan uang Rp 2000 untukmu. Bahkan terkadang bisa
lebih dari itu. Karena kau punya jiwa menghibur dan bukan sekedar mengamen tapi
berkreasi dengan lucu dan original.
“Permisi pak, assalamualaikum
pak, izinkan saya membawakan lagu indah pak, yang berjudulAntaraaaa Cintaaaa
Tahtaaaaaa, dan semoga bisa terhibur.”
“Iya As, silahkan, aku pasti
terhibur,” meski dalam hati aku ingin tertawa dengan terpingkal-pingkal jika
melihat penampilanmu yang luar biasa dan terobsesi menjadi penyanyi dangdut
tersohor. Sayang orang hanya menganggapmu sebagai orang lucu-lucuan, tak lebih
dari itu. Dan suara aslimu yang terekam dalam soundmu kembali kau bunyikan
dengan volume yang kau inginkan. Dengan gaya khasmu kau seakan-akan memainkan
melodi gitar tuamu meski hanya bergaya karena suara gitar sudah ada dalam
melodi karaokenya.
“Luar biasa, luar biasa, hebat
kau As. Hebat.”
“Terima kasih,” katamu sambil
menganggukkan tubuhmu laksana artis ternama, rambut panjangmu yang terurai
semakin membuat orang yang melihatmu pasti terpesona. Senyum lepasmu kembali
terngiang dan berlalu dengan tetap tersenyum tanpa malu-malu. Aku masih
memandangimu tanpa bergeming, dan bayangmu seperti malaikat yang sengaja di
kirim Tuhan untuk selalu menjagamu, melalui malam-malam yang selalu indah, kau
tak punya kesedihan, hanya mungkin gusar jika alat-alatmu untuk mengamen itu
rusak, kau ada dan lahir melebihi harapan setiap manusia normal, yang mengira
lebih pintar, lebih cerdas, lebih manusiawi, dan lebih sehat dari kau, nyatanya
kau lebih unggul dari mereka, kau bisa membuat mereka tersenyum, meski hanya
untuk seribu perak bahkan lima ratus perak, atau tak di beri pun juga tak
masalah, kau tetap terus bernyanyi dengan suaramu yang memang agak lucu, bukan
lucu, tapi memang lucu. Dan orang menikmati suaramu itu.
“Ayo As, nyanyi lagi As.”
Aku mendengar banyak orang
memintamu untuk memainkan gitar tua dan suaramu.
*Penulis aktif di Komunitas
Literasi Kali Kening Bangilan-Tuban.
Tidak ada komentar