MEMBACA PRAM DARI DALAM
Oleh : Linda Tria Sumarno
Seorang yang besar, akan melahirkan
sesuatu yang besar pula. Itulah hukum alam yang akan terus ada hingga jaman
berakhir. Begitu pula Pramoedya Ananta Toer, penulis sekaligus pengarang yang
karya-karyanya tak akan lekang oleh waktu. Meski jasadnya telah hancur di
kandung tanah, namun pemikiran-pemikiran beliau senantiasa hidup di hati dan
gerak generasi-generasi setelahnya. Mengajak hati untuk senantiasa memanusiakan
manusia dan mencincang habis ketertindasan. Semangat itulah yang membuat salah
satu komunitas literasi di Tuban “Gerakan Tuban Menulis (GTM)” untuk membincang
Pramoedya lebih dalam diacara bedah buku Pram
dari dalam yang merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh GTM untuk
menyemarakan 2 tahun berdirinya GTM dengan menghadirkan Soesilo Toer, adik
kandung Pramoedya Ananta Toer sebagai narasumber sekaligus penulis buku Pram dari dalam. Acara yang diadakan di
Cafe Nusantara, Jl. Letda Adi Sucipto ini dihadiri oleh berbagai kalangan
literasi di Tuban juga para pengagum karya-karya Pram.
Bedah buku yang menguak habis sisi
kelam hidup Pram yang tidak semua orang mengetahuinya ini membuka mata juga
hati setiap pembaca untuk menyelami kehidupan Pram mulai kecil hingga akhir
hayatnya yang tidak mudah. Tekanan, penderitaan, ketertindasan juga kemiskinan
yang menjadikan tulisan-tulisan Pram menjadi lebih hidup dan menyentuh karena
Pram bukan hanya sebagai subjek, tapi objek dari penderitaan menahun akibat
sistem pemerintahan juga penguasanya yang dalam keadaan kronis. Di buku Pram dari
dalam ini, Soesilo Toer berusaha
menyeimbangkan pandangan para pengagum juga pembaca karya Pram tentang sosok
Pramoedya, bahwa di balik pemikiran-pemikiran besar Pram juga karya-karyanya
yang begitu menakjubkan, Pram tetaplah sosok manusia biasa yang juga mempunyai
salah juga sisi kelam kehidupan laiknya manusia yang lain, terutama
perkawinannya dengan istri pertamanya yang disebut Soesilo Toer sebagai Xantippe itu gagal. Juga sisi individualistik Pram yang membuat Pram begitu
angkuh dalam mengungkapkan rasa kasih sayangnya terhadap saudara-saudara Pram
termasuk Soesilo Toer.
Selain membedah kehidupan juga
karya Pram, Soesilo Toer juga menyentil para generasi muda untuk senantiasa
hidup merdeka dan mandiri. Merdeka sebagai jiwa-jiwa penyeru kebenaran juga
keadilan dan mandiri sebagai jiwa-jiwa yang mempunyai hak untuk membuat
peradaban yang manusianya sama di depan hukum dan menjunjung persamaan dan
persaudaraan.
Akhirnya, selamat berulang tahun untuk GTM, semoga selalu menularkan
virus-virus kebaikan untuk selalu membaca dan menulis. Juga semoga mampu
menorehkan sejarah yang menginspirasi dan memotivasi kaum muda untuk berkarya
dan beradab.
Selamat bergeliat dan mewujudkan mimpi.
Bravo Gerakan Tuban Menulis.
Penulis adalah
anggota Komunitas Kali Kening
Tidak ada komentar