Header Ads

Header ADS

Zul ingin Khitan



Oleh: Ayra Izzana R.

Suara gamelan terdengar mulai ditabuh. Sound-sound yang disusun bertingkat mengeluarkan suara menggelegar membuat bumi desa Karanglo seakan bergetar. Para anak-anak berlarian menuju arah suara itu. Sebentar lagi mereka akan melihat seorang kawan sekelasnya yang akan dikhitan akan diarak naik kuda keliling kampung. Zul menanti saat itu dengan duduk di bawah pohon jambu depan rumah tepat di belokan menuju rumahnya. Matahari mulai merangkak dan melukis bayangan daun-daun bambu pada tanah.
Zul memainkan rumput kili dengan memutar-mutarnya. Sesekali pandangannya lurus dan pekat ke arah suara gamelan. Melihat sorak-sorai anak-anak yang mengelilingi kuda yang berparas perkasa. Matanya hampir tak berkedip. Yoga, teman sekelasnya besok akan dikhitan. Dan hari ini Yoga akan didandani seperti layaknya putra pangeran yang kemudian akan menunggangi kuda dengan gagah perkasa. Diarak keliling kampung diiringi suara gamelan dengan lagu-lagu daerah. Anak-anak sekampung akan mengikutinya dari belakang dengan menari-nari dan bergembira. Sambil memunguti uang receh yang disebar.
Ah, andaikan itu aku, batinnya.
Zul tersenyum menyeringai. Bayang-bayang dirinya yang menunggang kuda itu meliuk-liuk dengan lucu di kepalanya. Mimpi yang terlalu menjulang. Ia sudah beranjak remaja. Keinginannya tak pernah bisa ia utarakan. Membuka pintu sederhana untuk masuk ke alam dewasanya. Memang sudah saatnya. Tapi melihat Bapaknya yang setiap pulang dengan peluh keruh dan nafas terengah ia tak tega hanya untuk sekedar berucap:
Pak... aku ingin dikhitan.”
Zul hanya memandang dengan harapan terpendam.
Dari kejauhan arak-arakan mulai berjalan. Zul berdiri di ujung jari kakinya agar bisa melihat dengan jelas. Tampak Yoga teman sekelasnya begitu gagah memakai mahkota persis seperti seorang pangeran. Tanpa sadar Zul berdecak kagum. Ia geleng-geleng kepala dan mengelus dada. Mulutnya terbuka tak mampu mengukir kebahagiaanya yang meletup-letup di dadanya. Ia bahagia seakan-akan dirinya yang berada di atas kuda yang sedang dituntun pawangnya itu. Jiwa kekanakannya tak dapat ia sembunyikan. Lama sudah ia tak mengikuti kegembiraannya besama teman-temannya setelah serbuk gergaji menyibukkannya.
Tiba-tiba ia meloncat dan berlari mengikuti arak-arakan itu dan bersiul ria tak peduli dengan teman-temannya yang saling berebut uang recehan. Ia berdiri di samping kuda. Ingin menikmati hawa kebahagian yang dirasakan Yoga. Ia bertepuk-tepuk mengikuti irama gamelan. Waktu itu ia lupa bahwa angin sore yang selalu bermain dengannya menanti dengan tenang membelai rumput-runput ilalang yang hampir menua. Zul terlanjur bahagia dan mengkhianati anginnya.

****

Zul merasakan tubuhnya sudah tinggi menjulang dan langkahnya semakin lebar. Ia merasakan saat ia mengantarkan karung-karung berisi serbuk gergaji dengan cepat dan lincah dengan langkahnya yang juga semakin lincah dan lebar. Iya... Zul sudah menginjak remaja. Bukan ia sendiri yang merasakan. Perkataan orang tentang dirinya yang sudah beranjak remaja juga ada. Seperti sore tadi:
“Zul... kamu sudah bukan anak-anak lagi.
Zul tersenyum bangga.
“Tapi kapan kamu khitan, Zul?”
Senyumnya pun hilang.
Zul menatap kosong langit-langit rumah. Penuh hiasan dan pesta pora laba-laba. Di sampingnya Bapak sudah mereguk kenikmatan mimpinya. Wajah lelahnya terukir jelas. Nafasnya yang teratur dan berirama nyaris tanpa sengal. Zul memandang lekat wajah itu.
Tak adakah pikiran Bapak untuk mengkhitanku?
Batin Zul membuncah. Ia memalingkan muka dan mendesah berat. Bapaknya begitu terlena menikmati tidurnya. Raut mukanya tenang. Matanya menutup mata sempurna.
Zul ingat betul sebelum ajal menjemput Ibunya. Beberapa hari sebelum meninggal, Ibunya sangat berkeinginan ia dikhitan. Tapi Zul menangis ketakutan. Keinginan itu hanya terucap sekali. Dan sekarang ia ingin Bapaknya yang mengucapkan keinginan itu. Zul kembali memandang wajah Bapaknya. Berharap mendengar suara hatinya yang melengking.
Zul ingin khitan, Pak.

****
 Siang merangkak perlahan mengejar ubun-ubun. Bapak pulang seperti biasanya. Tapi kali ini ia kelihatan tergesa. Ingin sekali sampai ke rumah, menemui Zul dan menyampaikan sesuatu yang beberapa bulan terakhir ini membuat hatinya resah. Tak dipedulikannya peluh yang membanjir. Ada segaris senyum yang mengukir bibirnya yang menghitam karena asap rokok. Ingat kembali kabar bahagia yang disampaikan Modin saat mereka sama-sama melepas lelah di pematang sawah.
 “Bulan Rejeb ini desa mengadakan khitan massal, Kang... kalau Zul ingin dikhitan, barangkali bisa ikut.
Mendengar kabar itu seolah-olah langit menimpakan berkah yang indah tak terhingga. Hatinya terasa ayem dan sejuk. Bapak membayangkan Zul pasti bahagia mendengar kabar bahagia ini.
  Di tikungan mendekati rumahnya, Bapak Zul tak sengaja mempercepat langkahnya dengan setengah berlari. Ia melihat Zul sedang merapikan beberapa karung untuk ia bawa ke tempat ia mengambil serbuk gergaji.
    “Zul....”
Panggilnya bernada sumringah bahagia tak terkira. Zul menoleh dengan tatapan heran. Begitu Bapaknya mendekat lalau mengelus rambut pirangnya tempat dimana matahari meninggalkan kenangan.
    “Cung.... bulan ini desa akan mengadakan khitanan massal. Kamu akan segera khitan Zul” ucapan itu penuh senyum lepas, selepas ia melepaskan keresahaannya selama ini.
Binar bahagia yang menyemburat sempurna di wajah tua yang belum masanya. Zul tak mampu berkata apapun. Ia akan segera khitan.
Oh... Tuhan ia merasa terbang ke awan bersama angin-angin kemarau.
Ia akan segera dikhitan, meski tanpa menunggang kuda bak putra raja dan diarak keliling kampung oleh rakyatnya. Meski tanpa tabuhan gamelan. Meski tanpa sorak-sorai kawan-kawannya yang memunguti recehan. Tapi ia bahagia. Sebentar lagi ia akan masuk ke gerbang kedewasaannya.
Zul memeluk bapaknya erat. Ia terisak pelan...........

Bangilan, 15 April 2017


*Ayra Izzana Riyanti lahir di Tuban. Ibu dua orang anak ini senang membaca dan menulis. Ia alumni Pondok Pesantren As-Salam dan aktif bergiat di Komunitas Kali Kening Tuban.

kredit gambar: http://www.pixoto.com/cc-line

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.